Nama: Dessy Permata Sari
Kelas: XII UPW 1
Hari Perempuan Sedunia sesungguhnya merupakan kisah perempuan
biasa membuat catatan sejarah sebuah perjuangan berabad-abad lamanya untuk
dapat berpartisipasi dalam masyarakat, seperti juga kaum laki-laki. Setiap
tanggal 8 Maret setiap tahunnya, seluruh perempuan di dunia memperingati Hari
Perempuan Sedunia atau Women Day. Hari Perempuan Internasional (HPI) lahir
karena adanya protes terhadap tindakan kekerasan. Sebelum memasuki tahun 1910
atau sekitar abad 20, kaum perempuan yang tinggal di daerah industri mulai
memasuki kerja upahan. Pekerjaan mereka dipisahkan menurut jenis kelamin,
dimana kaum perempuan ditempatkan di industri tekstil, manufaktur, dan
layanan-layanan domestik. Kondisi pekerjaan tersebut sangat parah dan
menyengsarakan. Saat itu adalah masa dimana para buruh tengah mengalami
perkembangan dan disisi lain sengketa-sengketa industrial mulai meletus,
termasuk sengketa yang muncul diantara seksi-seksi pekerja perempuan yang tidak
bergabung dalam serikat. Eropa saat itu tengah berada dalam kemungkinan ke
dalam api revolusi.
Banyak perubahan dalam kehidupan perempuan mendorong munculnya
perlawanan terhadap batasan-batasan politik di sekitar mereka. Di seluruh
penjuru Eropa, Inggris, Amerika, dan kurang lebih juga di Australia, kaum
perempuan dari seluruh lapisan sosial berjuang dan berkampanye untuk menuntut
hak pilih mereka dalam pemilihan umum. Dalam hal ini, beberapa sosialis atau
disebut juga dengan orang yang memiliki paham kenegaraan dan ekonomi yang
berusaha supaya harta benda, industri, dan perusahaan menjadi milik Negara
memandang bahwa tuntutan terhadap hak pilih perempuan kurang begitu penting
dalam gerakan kelas pekerja. Sementara beberapa sosialis lainnya seperti Clara
Zetkin dari Jerman dan Alexandra Kollontai, berhasil memperjuangkannya untuk
diterima sebagai bagian penting dan tak terpisahkan dari program sosialis.
Sementara kaum sosialis lain menyatakan bahwa lebih penting untuk menghapus
kepemilikan pribadi terlebih dahulu daripada berkampanye menuntut hak pilih
juga untuk kaum perempuan dari klangan berpunya.
Terdapat satuan militer yang besar dalam gerakan pembebasan
perbudakan Inggris. Terkait bagaimana gerakan dijalankan secara otokratis dari
atas dan bagaimana sejumlah aktik-taktik radikal diadaptasi. Hal ini bahkan
sampai menyebabkan perpecahan seperti kasus Sylvia Pankhurst yang berpisah
jalan dengan ibu dan saudarinya. Ia menyatakan bahwa penekanan utama harusnya
diarahkan pada menghubungkan organisasi dan melibatkan massa perempuan,
sehingga dengan demikian juga berarti mengangkat kepentingan-kepentingan kaum
perempuan dari kelas pekerja yang dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka sendiri.
Dia juga berpendapat bahwa gerakan emansipasi atau pembebasan perbudakan
seharusnya menghubungkan diri dengan semua gerakan kaum tertindas.
Di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1903, serikat buruh perempuan
dan perempuan professional liberal yang berkampanye untuk hak pilih bagi
perempuan mendirikan Liga Serikat Buruh Perempuan untuk membantu mengorganisir
kaum perempuan yang berada di kerja upahan untuk memperjuangkan kepentingan
politik dan kesejahteraan ekonomi mereka. Tahun-tahun tersebut merupakan
masa-masa pahit bagi banyak kaum perempuan yang berada dalam kondisi kerja yang
parah dan tinggal di pemukiman kumuh serta rentan terhadap kekerasan. Tahun
1908, pada Minggu terakhir di Februari, kaum perempuan sosialis di AS
menyelenggarakan Hari Perempuan Nasional yang pertama dengan melancarkan
demonstrasi besar untuk menuntut hak pilih bagi perempuan serta hak-hak ekonomi
dan politiknya sekaligus. Tahun berikutnya sebanyak 2.000 orang turut
menghadiri peringatan Hari Perempuan Nasional di Manhattan. Di tahun 1909,
pekerja garmen perempuan melancarkan pemogokan missal. Dimana sebanyak 2.000
hingga 30.000 buruh perempuan mogok selama 13 minggu di suatu musim dingin demi
menuntut upah yang lebih besar dan kondisi kerja yang lebih baik. Liga Serikat
Buruh Perempuan menyediakan dana bantuan bagi para demonstran yang ditangkap polisi.
Di tahun 1910 berikutnya Hari Perempuan mulai diselenggarakan oleh semua kaum
perempuan sosialis dan feminis di seluruh Negara.
Beberapa bulan kemudian orang-orang yang ditunjuk dan diutus oleh
suatu perkumpulan Negara di suatu perundingan musyawarah kemudian menghadiri penyelenggaraan
Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen. Dengan niat untuk mengajukan Hari Perempuan
sebagai suatu hari peringatan internasional. Gagasan solidaritas Internasional
antara kelas pekerja yang tereksploitasi di seluruh dunia sudah lama disepakati
sebagai prinsip sosialis, meskipun seringkali tanpa disadari gagasan perempuan
yang mengorganisir diri sebagai kaum perempuan saat itu lebih kontroversial
bahkan dalam gerakan sosialis. Bagaimanapun Partai Sosialis Jerman berpengaruh
besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering
memperjuangkan dan melakukan pembelaan dalam hak-hak perempuan termasuk tokoh
pemimpin seperti Clara Zetkin.
Pelaksanaan kongres ini sebenarnya terinspirasi oleh tindakan dari
kaum pekerja perempuan AS dan juga dari saudari sosialis mereka yaitu Clara
Zetkin, yang juga telah menawarkan proposal kerangka kerja untuk mengadakan
konferensi perempuan sosialis dimana perempuan sedunia harus memfokuskan diri
untuk memperjuangkan satu hari khusus untuk peringatan hari perempuan
internasional demi menuntut hak-hak mereka. Sehingga berhasil dilaksanakanlah
Konferensi yang dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili
Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis, Kelompok-Kelompok
Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama yang terpilih dalam
Parlemen Finlandia, yang mana semuanya menyambut sarann Zetkin dengan
persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya dicapailah kesepakatan untuk Hari
Perempuan Internasional.
Alexandra Kollontai di Kongres Perempuan Internasional
Konferensi tersebut juga
menyorot ulang mengenai pentingnya hak pilih bagi kaum perempuan, hak pilih
yang tidak didasarkan oleh hak milik serta menyerukan suatu emansipasi
universal—hak pilih baik bagi kaum perempuan dan laki-laki dewasa. Satu-satunya
suara penolakan muncul dari kelompok Inggris pimpinan Despard, yaitu kelompok
Liga Kemerdekaan Perempuan yang juga aktif dalam gerakan emansipasi. Konferensi
tersebut juga membahas mengenai manfaat-manfaat maternitas (keibuan) yang mana,
meskipun ada intervensi dari Alexandra Kollontai atas nama ibu-ibu yang tidak
menikah, hanya dimiliki oleh perempuan-perempuan yang menikah. Selain hal itu
juga diambil keputusan bersama untuk menentang kerja malam karena mempengaruhi
kesehatan sebagian besar kaum pekerja perempuan meskipun dalam hal ini kaum
pekerja perempuan menyatakan bahwa kerja malam diperlukan untuk menopang nafkah
dan hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar